Cari Blog Ini

Kamis, 11 April 2013

5 Mitos Tentang Stres yang Salah

Reko blog's - Saat menghadapi stres, cara yang digunakan satu orang dengan lainnya tentu berbeda. Hal ini juga bergantung pada penyebab stres yang dialami masing-masing orang. Tapi menurut seorang pakar, cara-cara untuk mengatasi stres yang selama ini dikenal belum tentu benar adanya.

Dana Becker, seorang profesor dari Bryn Mawr College, AS dan penulis buku "One Nation Under Stress : The Trouble With Stress as an Idea" pun mengungkapkan adanya lima mitos tentang stres yang selama ini dipercaya banyak orang tapi sebenarnya salah kaprah seperti dilansir medindia, Selasa (2/4/2013) berikut ini :

1. Tidur cukup, olahraga dan pola makan yang tepat dapat mengurangi stres.
Meski mengurus diri sendiri dapat membuat seseorang merasa lebih baik tapi bukan berarti itu dapat meredakan stres. Penting bagi setiap penderita stres untuk tidak mengabaikan penyebab stresnya.

2. Stres membuat orang lebih rentan terkena penyakit.
Namun menurut profesor psikologi, Suzanne Segerstrom dan Gregory Milleranalyzed yang mempelajari lebih dari 300 studi tentang stres dan fungsi sistem kekebalan, sistem kekebalan seseorang bersifat sangat fleksibel dan dapat menanggulangi stres sebesar apapun tanpa cedera. Selain itu, keduanya pun mengatakan bahwa stres dapat mengakibatkan perubahan dramatis pada sistem kekebalan tanpa perlu menyebabkan seseorang menjadi jatuh sakit.

3. Sebagian besar orang yang terpapar stres traumatis akan mengalami post-traumatic stress disorder (PTSD).
Tapi nyatanya mayoritas orang yang pernah mengalami kejadian traumatis tidak mengalami post-traumatic stress disorder (PTSD). Walaupun 60 persen orang dewasa di AS mengaku pernah mengalami sedikitnya satu kejadian traumatis, prevalensi PTSD-nya rata-rata hanya berkisar 6,8 persen hingga 7,8 persen.

4. Pria dan wanita merespons stres secara berbeda karena perbedaan genetik dan hormonal
Faktanya, pria dan wanita memang memberikan respons yang berbeda ketika berada di bawah situasi stres karena susunan genetik mereka berbeda. Tapi seorang pakar epidemiologi dari West Virginia University, AS, Sarah Knox menemukan hal ini bukan berarti pria dan wanita merespons stres dengan cara yang berbeda karena perbedaan kondisi hormonalnya.

5. Jika wanita bisa belajar mengatasi stres dengan lebih baik maka mereka dapat mengatasi konflik antara keluarga dan pekerjaan.
Namun yang sebenarnya pekerjaan dan urusan keluarga tidaklah berkonflik, hanya saja kebijakan keduanya saling bertentangan sehingga wanita yang harus meng-handle keduanya dalam waktu bersamaan merasa tak sanggup lalu mengalami gejala stres.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar