Cari Blog Ini

Kamis, 11 April 2013

Capung : Predator Paling Hebat Di Kerajaan Hewan

TEMPO.CO - Spesies apakah yang menyandang predikat sebagai predator paling hebat di kerajaan hewan? Jika Anda mengira spesies itu singa atau hiu, pikirkan kembali jawaban Anda. Sebab, sebuah penelitian terbaru menunjukkan, predator paling hebat di dunia hewan adalah capung.

Singa Afrika memang tercatat sebagai karnivora puncak pada rantai makanan. Namun, kucing besar ini hanya mampu menangkap 25 persen dari total mangsa yang mereka kejar. Hiu putih besar bernasib sedikit lebih beruntung. Predator puncak di lautan dengan 300 gigi pemotong ini hanya sukses menangkap separuh dari total mangsa yang mereka buru.

Capung, sebaliknya, terlihat mungil, berkilauan, dan dikenal sebagai serangga yang tidak berbahaya. Bahkan capung, bersama kupu-kupu dan kepik, dikelompokkan dalam daftar serangga yang disukai manusia. Namun, di balik penampilan "ramah" nya, capung ternyata merupakan predator udara yang sangat rakus.

Penelitian terbaru yang dilakukan oleh tim ilmuwan Universitas Rutgers di Amerika Serikat menunjukkan, capung menjadi pemburu yang paling brutal sekaligus efektif dalam kerajaan hewan.

Tim ilmuwan mencatat, capung mampu menangkap nyaris seluruh mangsanya dengan tingkat keberhasilan mencapai 95 persen. Bahkan capung kerap memakan mangsanya sembari tetap terbang, tanpa perlu repot hinggap ke daun atau ranting pohon.

"Capung akan merobek-robek tubuh mangsanya dan terus mengunyahnya sampai berbentuk gumpalan sebelum akhirnya mereka menelannya," kata Michael L. Mei, seorang profesor emeritus entomologi di Rutgers, seperti dikutip laman New York Times, Selasa, 2 April 2013.

Selera makan capung bisa dibilang tak berujung. Stacey Combes, seorang peneliti biomekanik di Universitas Harvard yang mempelajari cara terbang capung, pernah menyaksikan seekor capung percobaan di laboratorium menyantap habis 30 ekor lalat buah secara berturutan. "Capung akan terus makan selama masih ada makanan," ujarnya.

Sejumlah penelitian yang diterbitkan baru-baru ini telah menguak fitur kunci otak, mata, dan sayap capung yang memungkinkan serangga itu memburu mangsanya tanpa ragu.

Salah satu penelitian menunjukkan, sistem saraf capung menampilkan kapasitas yang hampir sama seperti manusia, terutama untuk perhatian selektif. Artinya, capung mampu fokus pada mangsa tunggal yang disasar, meski mangsa itu terbang di tengah gerombolan serangga lain yang beterbangan.

Peneliti lain telah mengidentifikasi keberadaan semacam pusat sirkuit berisi 16 sel saraf yang menghubungkan otak capung ke pusat motorik penerbangan di bagian dada.

Seperangkat sistem saraf ini memungkinkan capung dapat melacak target bergerak, menghitung lintasan untuk mencegat target, dan secara halus menyesuaikan jalur terbangnya untuk menangkap target tersebut.

Robert M. Olberg dari Union College, yang melaporkan penelitiannya dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, menemukan bukti bahwa jalur capung mencegat mangsanya mirip trik yang digunakan pelaut. Dengan mata majemuknya, capung bisa memprediksi arah terbang mangsanya, termasuk sudut dan kecepatan, kemudian memperkirakan terbangnya sendiri untuk menangkap mangsa tersebut.

Capung mengetahui kapan harus memperlambat, mempercepat, dan terbang menyimpang. Teknik berburu milik capung berbeda dengan yang dilakukan oleh predator kebanyakan. Combes sempat mengira capung mengejar mangsanya secara aktif, seperti singa mengejar mangsanya. Namun, ternyata tidak demikian. "Itu lebih seperti predasi
penyergapan. Capung datang dari arah yang tidak disadari oleh mangsanya," kata dia.

Capung termasuk serangga terbang yang canggih. Mereka bisa melayang-layang di udara, menyelam di air, terbang mundur dan terbalik, berputar 360 derajat dengan tiga kali kepakan sayap, dan mencapai kecepatan 30 mil per jam--luar biasa untuk seekor artropoda.

Sayap capung juga berbeda dengan serangga jenis lainnya. Pada kebanyakan serangga, sayap
merupakan perpanjangan sederhana dari toraks dan dipindahkan sebagai sebuah unit khusus dengan meregangkan seluruh toraks.

Namun, capung memiliki empat sayap transparan yang ultrafleksibel dan melekat pada toraks oleh otot-otot terpisah. Setiap sayap dapat bermanuver secara independen, memungkinkan capung melakukan berbagai manuver penerbangan. "Seekor capung dapat kehilangan seluruh sayapnya dan masih bisa menangkap mangsa," kata Combes.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar